Pages

FAO: Satu dari Delapan Orang di Seluruh Dunia Kelaparan

Jakarta - Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) mengungkapkan sebanyak 870 juta orang dari seluruh dunia menderita kekurangan gizi kronis alias kelaparan. Organisasi di bawah naungan PBB ini memandang, meskipun angka tersebut menurun tetapi angka tersebut tidak wajar. PBB menyatakan perang terhadap kelaparan.

"Dengan hampir 870 juta orang kekurangan gizi kronis sejak tahun 2010-2012, jumlah orang kelaparan di dunia tetap tinggi," kata FAO dalam laporan kerawanan pangan tahun 2012 ini.

"Satu dari delapan orang diseluruh dunia masih kelaparan," jelas FAO seperti dikutip AFP, Selasa (9/10/2012).

Kepala FAO Jose Graziano mengungkapkan saat ini dunia memang secara teknis dan ekonomi tak bisa diduga. Ia mengaku masih melihat sekitar 100 juta anak balita yang kurus. "Meskipun begitu, angka kelaparan ini memang menurun dari 925 juta pada 2010 lalu," jelasnya.

FAO juga mencermati terjadi sebuah perlambatan penurunan kelaparan di dunia. Hal ini disebabkan adanya kenaikan harga pangan hingga krisis ekonomi global. "Termasuk perubahan iklim hingga tingginya permintaan bahan bakar nabati," tutur Asisten Direktur FAO, Jomo Sundaram.

Banyak kelaparan terjadi di negara-negara berkembang. Paling banyak di negara kawasan Asia Timur dan Selatan serta Afrika.

"Dari data perkiraan pertumbuhan ekonomi terbaru menunjukkan adanya resesi besar sejak tahun 2008-2009, dimana menghasilkan perlambatan ekonomi ringan di banyak negara berkembang dan kenaikan harga pangan dalam negeri yang sangat kecil di Cina, India dan Indonesia," katanya,

Meningkatkan perjuangan melawan kelaparan akan bergantung pada pertumbuhan ekonomi yang kuat. Pertumbuhan ekonomi yang kuat, sambung FAO akan membawa pola makan yang lebih besar masyarakatnya dan karena adanya kenaikan gaji.

"Tak lupa juga tindakan pemerintah, termasuk pembiayaan khusus gizi dan program kesehatan," terang FAO.


(dru/hen)
Sumber : Detik 

FAO: 870 Juta Jiwa Penduduk Kelaparan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Food and Agriculture Organization (FAO) telah mengumumkan terjadi penurunan orang lapar dari 925 juta jiwa menjadi 870 juta jiwa. Kendati angka orang kelaparan menurun, namun Aliansi Desa Sejahtera (ADS) menilai krisis pangan tetap gagal diatasi.
Menurut Koordinator Nasional ADS, Tejo Wahyu Jatmiko, selama ini tidak ada perubahan paradigma tentang pangan dan sistem pangan. Karena itu kelaparan akan terus terjadi di dunia.
"Inti masalahnya hak tidak dilakukan dan ketidakadilan dalam sistem pangan tidak dibenahi," jelas Tejo, di Bumbu Desa Cikini, Minggu (14/9/2012).
Menurut ADS, sistem pangan yang diserahkan dari Pemerintah berbagai sektoral kepada pasar gagal, terutama dalam memenuhi kebutuhan mendasar manusia. Tejo mengungkapkan, selama produksi dan distribusi tidak pernah diatur, maka masih banyak orang di dunia kelaparan.
"Gejolak harga dan tingginya pangan sangat dipengaruhi oleh perusahaan multi nasional. Pembenahan dalam sistem konsumsi pun tidak dilakukan dengan cukup," papar Tejo.

Kasus Kelaparan, Pemerintah Daerah Dikecam

indosiar.com, Makassar - Kasus kelaparan yang menewaskan seorang ibu dan anaknya di Makassar sangat disayangkan oleh kalangan akademisi dan LSM. Mereka menilai kejadian itu sebagai tragedi kemanusiaan. Sementara itu setelah dua hari dirawat di rumah sakit, kondisi Aco, korban kelaparan dan gizi buruk kini mulai membaik.
Setelah mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Haji Makassar, Sulawesi Selatan, kondisi Aco, korban kelaparan dan gizi buruk ini sudah mulai membaik. Ia sudah bisa minum, hanya saja Aco yang masih berumur  4 tahun ini belum bisa banyak bicara. Infus yang ada ditangannya masih belum dilepas. Pasalnya ia masih membutuhkan pasokan cairan, setelah banyak kehilangan cairan akibat dehidrasi. Ironisnya, Aco belum mengetahui kalau ibunya telah meninggal dunia.
Aco masuk ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri Jumat ( 29/02) lalu. Ia bersama ibunya Base dan kakaknya Bahir ditemukan tidak sadarkan diri di rumahnya. Hanya saja, Base dan Bahir meninggal dunia. Sementara Basri yang Minggu (02/03) kemarin, baru menemui anaknya setelah menghadiri pemakaman istri dan anaknya di Banteng mengaku sangat sedih dengan peristiwa yang menimpa keluarganya.
Sementara itu akibat terkuaknya kasus kelaparan yang mengakibatkan meninggalnya seorang ibu hamil dan anaknya berbagai kalangan dari LSM dan akademisi di Makassar mengecam. Mereka menilai, kejadian tersebut tidak perlu terjadi. Sebab telah disediakan anggaran bagi warga miskin di Makassar senilai 1 triliun rupiah.
Jumlah warga miskin di Makassar pada tahun 2007 lalu sekitar 350 ribu orang atau 30 persen dari penduduk Makassar sekitar 1 juta orang. (Saharuddin Ridwan/Sup)

Sumber :  http://www.indosiar.com/fokus/kasus-kelaparan-pemerintah-daerah-dikecam_68357.html

TRAGIS! Dua Bocah Indonesia Kelaparan Makan Tanah

Pariaman – KabarNet: Ironis. Di saat sebagian rakyat Indonesia ada yang hidup mewah bermandikan harta, bahkan ada 50ribuan orang yang seenaknya menghamburkan uang sebanyak Rp 465 ribu sampai dengan Rp 2.250.000,- hanya untuk sekali  menonton konser seorang Lady Gaga, ternyata di wilayah lain Indonesia masih ada saudara-saudara kita yang kelaparan lantaran tak punya uang buat beli makanan. Sampai-sampai terkena penyakit busung lapar akibat gizi buruk karena terpaksa harus makan tanah untuk mengganjal perut mereka yang keroncongan tak terisi makanan apapun.

Sungguh miris apa yang terjadi pada dua anak yang bernama Rio (5) dan Rizki (8). Kemiskinan yang membelenggu keluarga mereka telah menyebabkan keduanya menderita gizi buruk karena terbiasa makan tanah.
Kedua anak yang tinggal di Korong Olo, Nagari Sunur, Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman itu diketahui menderita marasmus dan kwashiorkor atau yang biasa disebut gizi buruk. Saat ini, kedua anak yang masih bersaudara ini, sudah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pariaman.
Terlihat fisik kedua anak tersebut mengalami gembung di bagian perut. Kaki dan tangan keduanya juga tampak mengecil. Tatapan matanya juga kosong. Setiap saat, kedua anak itu terdengar menangis karena merasakan gatal di bagian anusnya.
Ibu kedua anak itu, Maunis (39), dengan mata berkaca-kaca sambil menahan tangis menceritakan, dirinya tak mampu untuk membiayai hidup anak-anaknya kerena penghasilannya hanya Rp10.000 per hari. Uang sebesar itu didapatnya dari hasil membantu membuat lapiak pandan (tikar pandan, red.) usaha milik tetangganya.
Ia menambahkan, selain membuat lapiak, dirinya juga menerima upah dari warga yang menggunakan tenaganya, untuk menggarap kebun dan sawah. Namun upah jerih payahnya tak dibayar langsung.
“Karena kesibukan saya itulah, anak saya ini akhirnya suka memakan tanah. Saat saya bekerja keluar rumah untuk mencari sesuap nasi, tidak ada yang mengasuh mereka berdua di rumah. Sehingga anak ini mulai memakan tanah akibat lapar,” ujarnya sambil mengusap air mata.
Di jelaskannya, dia hanya seorang diri mencari nafkah. Karena dulu kondisi suaminya pernah menderita keterbelakangan mental. Dan saat ini suaminya itu tinggal di Medan untuk berobat sambil bekerja sebagai anak buah di sebuah bengkel sepatu di Kota Medan.
Hal itu dibenarkan oleh Bidan Yati, yang bertugas di Korong Olo. Menurut Bidan Yati, saat ditugaskan pada Februari 2012 lalu, ke Korong Olo, dirinya membantu Posyandu setempat mengadakan timbangan massal. Namun saat kedua anak tersebut ditimbang, berat badannya tidak normal. Puskesmas setempat akhirnya memberikan perawatan dengan memberikan susu kepada Rio dan Rizki.
“Mengenai kondisi perekonomiannya, mereka memang keluarga susah. Untuk itu Korong Olo membantu dengan memberi bantuan berupa beras. Namun setelah beberapa bulan, pihak Puskesmas menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit, karena tidak ada tanda-tanda perubahan. Dan saat dilaporkan kepada wali nagari, wali nagari hanya menjawab akan berusaha membantu,” tuturnya.
Bidan yang selalu mendampingi dua anak penderita gizi tersebut menambahkan, saat ini setelah dirawat di rumah sakit, cacing-cacing yang ada di dalam perut keduanya sudah mulai keluar saat buang air besar.
Dokter Spesialis Anak, dr Robert Simanjuntak, Sp.A. yang menangani kasus gizi buruk tersebut mengatakan, kategori gizi ada tiga yaitu: gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk. Dan kategori gizi buruk juga terbagi tiga yakni marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor. Dan untuk kasus ini masuk kategori marasmus-kwashiorkor.
“Marasmus adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein yang berat. Sedangkan kwashiorkor adalah malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh intake protein yang in-adekuat dengan intake karbohidrat normal,” terangnya.
Ia juga menjelaskan, kasus gizi buruk butuh waktu tiga bulan untuk stabilisasinya. Pasien juga diduga mengalami yang namanya pica yaitu, kelainan atau keinginan kuat seseorang untuk memakan benda-benda yang bukan makanan seperti, rokok, sabun, tanah atau cat. “Saat dicek, di dalam perut pasien terdapat banyak pasir. Dan untuk itu kami memberi bantuan secepatnya, seperti memberi cairan protein, dan hal-hal yang dibutuhkan,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur RSUD Kota Pariaman dr Lila Yanwar menjelaskan, mengenai perawatan, kedua anak tersebut akan terus dirawat sampai normal kembali. Terkait soal biaya, saat ini Jamkesmas dan Jamkesda sudah berjalan. Namun di luar itu, sesuai protap, biaya akan ditanggung bersama seperti dari Dinkes, RS, dan Pemkab Padang Pariaman.
Kasus ini sangat kontras sekali dengan acara yang diadakan pada bulan April lalu, yakni Millenium Development Goals (MDGs), yang diadakan di Kota Padang, yang bertujuan untuk peningkatan kesehatan, pemberantasan kelaparan, dan lingkungan.
Tepat pada hari ini tanggal (29/5/2012) merupakan Hari Keluarga. Namun kenyataannya masih banyak kasus kelaparan terjadi di Sumatera Barat. Pada tahun 2012, sudah 6 pasien, termasuk kasus Rio dan Rizki, yang dirawat di RSUD Pariaman. [KbrNet/adl]

Kemiskinan & Kelaparan di Indonesia

PALING sedikit 23,63 juta penduduk Indonesia terancam kelaparan saat ini, di antaranya 4,35 juta tinggal di Jawa Barat. Ancaman kelaparan ini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak, seiring dengan Mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp 30.000,00. Di antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk Indonesia, berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Dari jumlah itu, sebanyak 50.333 berasal dari Jawa Barat, di antaranya 10.430 orang tinggal di Kabupaten Bandung dan 15.334 orang tinggal di Kabupaten Garut. Mereka yang digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan paling mengkhawatirkan adalah penduduk yang pengeluaran per kapitanya di bawah Rp 15.000,00 sebulan. Angka-angka ancaman kelaparan itu dapat disimak dalam laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional 1996 dalam buku “Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 1996″ yang dipublikasikan Biro Pusat Statistik, dan buku “Data Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Barat Tahun 1996″ yang dipublikasikan Kantor Statistik Provinsi Jawa Barat. Karena data dalam laporan itu diperoleh pada tahun 1996, saat Indonesia belum terpuruk dalam krisis ekonomi, maka sudah selayaknya perlu disimak dengan lebh hati-hati. Salah satu rambu kehati-hatian yang diperlukan adalah keadaan Indonesia saat ini yang ditandai dengan meroketnya harga, sedangkan pendapatan penduduk merosot yang antara lain disebabkan oleh banyaknya orang yang terkena PHK. Ada kemungkinan angka tahun 1996 itu lebih baik daripada keadaan Indonesia 1998. (Pada saat makalah ini ditulis, penulis belum membaca buku “Statistik Kesejahteraan Rakyat 1997″ yang diterbitkan BPS, Maret 1998). Dalam keadaan yang begitu berat, sebagian penduduk Indonesia terpaksa mengais sah untuk mempertahankan hidupnya, seperti terpang dalam cover majalah internasional Newsweek, 27 Juli 1998, dan Pikiran Rakyat, 6 Agustus 1998.kemiskinan di Indonesia semakin merajalela.

Sumber :  http://kikinophelie.student.umm.ac.id/kemiskinan-kelaparan-di-indonesia/

Your Reply

PBB: 1,6 Juta Warga Zimbabwe Terancam Kelaparan

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Badan pangan PBB, Senin (27/8), menyatakan lebih dari 1,6 juta warga Zimbabwe memerlukan bantuan. Ini menyusul gagal panen yang menerpa negara Afrika Timur tersebut.
"Program Pangan PBB (WFP) menyatakan lebih dari 1,6 juta orang akan memerlukan bantuan pangan di Zimbabwe selama puncak musim kelaparan. Puncak kelaparan yang mulai terjadi pada Januari," kata Juru Bicara PBB, Martin Nesirky, dalam satu taklimat harian di Markas Besar PBB, New York.
Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah penurunan 33 persen hasil panen nasional padi-padian tahun ini. Penurunan terjadi akibat curah hujan yang lambat dan tak beraturan.
''Ini juga karena pola pertanian yang buruk," kata Nesirky sebagaimana dikutip Xinhua.
Badan Pangan PBB bekerjasama dengan pemerintah Zimbabwe meningkatkan operasi. Hal tersebut guna memenuhi kebutuhan yang meningkat. "Makanan akan dibagikan dan uang kontan akan diberikan kepada rakyat yang rentan," tambahnya.

Warga Miskin Ngawi Terancam Kelaparan

TRIBUNNEWS.COM,NGAWI- Puluhan ribu Rumah Tangga Sasaran (RTS) atau warga miskin dari 108.167 RTS di 19 kecamatan di Kabupaten Ngawi terancam kelaparan dan tidak bisa makan nasi. Ini menyusul, tunggakan raskin wilayah Kabupaten Ngawi terhadap Perum Bulog Sub Divre Madiun mencapai Rp 1, 39 miliar.
Tingginya tunggakan ini, membuat Perum Bulog Sub Divre Madiun bakal menghentikan pasokan dan pengiriman beras bagi rakyat miskin (raskin) ke sejumlah pelosok desa yang ada di belasan wilayah kecamatan itu. Akibatnya, RTS yang rata-rata warga miskin ini tidak akan mampu lagi makan nasi yang berasal dari raskin.
Tunggakan dipicu kinerja perangkat dan kepala desa yang tidak memaksimal dalam membayar dan pencairan bantuan raskin bagi warga desanya. Selain itu, uang raskin yang telah dibayar warga, diduga digunakan perangkat desa dan kades untuk kebutuhan lainnya seperti melunasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), juga kebutuhan pribadinya.
"Berdasarkan pengalaman tahun-tahun kemarin, masalahnya selalu ada di perangkat dan kades. Karena selama ini, warga miskin (RTS) selalu tepat membayar uang raskin ke mereka. Perangkat dan kades sering menggunakan uang raskin untuk melunasi PBB karena mereka ditarget dan sebagian lagi digunakan untuk kepentingan pribadi," terangnya Kepala Perum Bulog Sub Divre Madiun, Taufan Akib kepada Surya, Kamis (18/10/2012).
Selain itu, Taufan menjelaskan dari sebanyak 19 kecamatan di Kabupaten Ngawi yang telah melunasi tunggakannya hanya Kecamatan Karangjati dan Pangkur. Sedangkan sisanya, belum melunasi tunggakan pembayaran uang raskin itu.
Dia mencontohkan untuk bulan Agustus 2012, tunggakan terbesar terjadi di Kecamatan Paron sebesar Rp 153 juta, disusul Kecamatan Widodaren Rp 148 juta dan Kecamatan Geneng Rp 89 juta.
Kendati demikian, Taufan menegaskan di wilayah kerjanya yang meliputi Kota Madiun, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi belum ada kasus tunggakan raskin yang masuk ke rana hukum. Pasalnya, dia baru bertugas di Madiun sejak 6 bulan terakhir.
Sementara, Kabag Perekonomian Pemkab Ngawi, Eka Triana yang dikonfirmasi melalui ponselnya tidak memberikan jawaban. Sedangkan Kasi Administrasi Perekonomian, Subagiyono menegaskan jika masalah tunggakan raksin itu masalah klasik yang terjadi hampir setiap tahun. Hal itu, disebabkan kelemahan dari masing-masing perangkat dan kepala desa yang belum melunasi tunggakan pembayaran raskin itu.
"Masalahnya ada di perangkat desa dan kadesnya. Kalau tidak ada penyelesaian dan laporan ke inspektorat tak ditindaklanjuti maka kami akan membuat blangko pernyataan," tegasnya.

Sumber : TRIBUN

Fakta Mengenai Kelaparan

1. Tiap hari kurang-lebih 24.000 orang meninggal karena lapar atau hal-hal yang berkenaan dengan kelaparan. Angka ini telah menurun kalau dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu yang berkisar sekitar 35.000 dan 45.000 untuk duapuluh tahun yang lalu. Tiga perempat dari angka-angka kematian ini adalah anak-anak berumur dibawah lima tahun

 2. Kini, 10% dari anak-anak di negara berkembang meninggal sebelum mereka berumur lima tahun. Angka ini menurun 28% dari lima puluh tahun yang lalu.

 3. Kelaparan dan perang menyebabkan hanya 10% kematian karena lapar, meskipun hal ini merupakan hal yang biasa kita dengar sehari-hari. Kebanyakan dari kematian karena lapar disebabkan oleh malnutrisi yang kronis akibat dari (keadaan bahwa) penderita tidak dapat mendapatkan makanan yang cukup. Hal ini disebabkan oleh kemiskinan yang sangat parah.

 4. Disamping kematian, malnutrisi juga menyebabkan kerusakan indra penglihatan, kurang semangat, kelambatan pertumbuhan badan dan meningkatnya kerawanan terhadap penyakit. Penderita malnutrisi berat tidak berdaya untuk berfungsi melakukan kegiatan ringan sehari-hari.

 5. Diperkiran bahwa didunia ada kira-kira 800 juta penderita kelaparan dan malnutrisi, yaitu 100 kali lebih banyak dari yang meninggal karena kelaparan dan malnutrisi itu setiap tahunnya.

 6. Pada hakekatnya, dibutuhkan hanya sedikit bahan dasar saja untuk memungkinkan si miskin berkesinambungan dalam memproduksi makanan. Termasuk dalam bahan dasar ini adalah bibit yang berkualitas tinggi, alat-alat yang sesuai dan kemudahan dalam mendapatkan air. Sekedar peningkatan dalam teknik pertanian dan cara penyimpanan makanan juga akan menolong.

 7. Banyak pakar dalam bidang kelaparan percaya bahwa pada akhirnya jalan terbaik untuk mengurangi kelaparan adalah lewat pendidikan. Orang-orang yang berpendidikan adalah bibit yang terbaik dalam meningkatkan diri dari kemiskinan yang menjadi penyebab kelaparan.


Sumber :
1) The Hunger Project, Perserikatan Bangsa-Bangsa
2) CARE
3) The Institute for Food and Development Policy
4) Program Pangan Sedunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP)
5) Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO)
6) Oxfam
7) Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF)

Sumbangan Barang Bekas

Anda dapat memanfaatkan barang bejas anda bagi kegiatan kemanusiaan. Donasi barang bekas ini akan dipilah dan dijual untuk kegiatan bantuan darurat dan kemanusiaan diantaranya untuk program pemberian makanan sehat bagi mereka yg membutuhkan.

Ayo hubungi email badarindonesia@yahoo.com untuk menjemput bantuan barang bekas anda.

Studi Kelaparan Indonesia

Pada kurun waktu 2004-2006, SEAMEO-TROPMED RCCN-UI telah melakukan 13 survei yang berhubungan dengan Ketahanan Pangan. Survei-survei tersebut mencakup 6 propinsi (Jakarta, Banten, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Tengah), mencakup 22 Kabupaten dan 9.038 rumah tangga. Sepuluh survei dilakukan di perdesaan. Tulisan ini bertujuan untuk melihat pola ketahanan pangan (Food Security), dari segi lokasi, waktu, kualitas, maupun hubungannya dengan status gizi dan ketahanan hidup (livelihood security). Berdasarkan analisa menurut lokasi, NTT memiliki proporsi rumahtangga rawan pangan lebih banyak (94%) dibandingkan propinsi lainnya (68-83%) baik dari segi rawan pangan dengan kelaparan, kelaparan tingkat sedang, maupun kelaparan tingkat parah. Kebanyakan rumah tangga rawan pangan di NTB termasuk kategori Kelaparan (rawan pangan 77%, rawan pangan dengan kelaparan 64%), namun kebanyakan rumahtangga rawan pangan di Jakarta termasuk tidak kelaparan (rawan pangan 83%, rawan pangan dengan kelaparan 19%). Di Jawa Timur, walaupun persentase rumahtangga rawan pangan sama, proporsi terbesarnya di kota (kota 25%, desa 19%). Sebaliknya, di NTT proporsi rumahtangga yang rawan pangan dengan kelaparan lebih besar di desa (kota 58%, desa 65%). Berdasarkan analisa waktu, ketahanan pangan rumah tangga di NTT dari 2004-2006 tetap tinggi (>93%) dan cenderung meningkat. Banyak rumah tangga turun dari kategori kelaparan tingkat sedang menjadi kelaparan tingkat parah setelah September 2005 (50%). Ketahanan rumah tangga di Sulawesi Tengah juga mengkhawatirkan, i.e. meningkatnya rumah tangga kurang pangan sebanyak 19% dalam kurun waktu satu tahun. Berdasarkan analisa dimensi, masalah ketahanan pangan terbesar adalah aksesibilitas, bukan ketersediaan. Berdasarkan analisa kualitas, walaupun lebih banyak varietas makanan (dietary diversity) terdapat di Jakarta/Surabaya dibanding NTT (99 dibanding 56), penduduk NTT secara rata-rata mengkonsumsi lebih banyak varietas makanan (Jakarta dan Surabaya 40, NTT 46). Beragam cara untuk bertahan hidup (coping strategies) ditemukan di daerah-daerah survei. Asosiasi antara ketahaan pangan dengan status gizi ditemukan di NTT (dengan stunting) dan NTB (dengan underweight); p<0.05. Variabel langsung (ketahanan ekonomi, ketahanan gizi) maupun variabel tidak langsung (ketahanan pendidikan, lingkungan perumahan, pangan, dan kesehatan) mempunyai peran pada ketahanan hidup rumahtangga di NTT maupun di Sulawesi Tengah. 

Sumber : google