Jakarta - Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and
Agriculture Organization/FAO) mengungkapkan sebanyak 870 juta orang dari
seluruh dunia menderita kekurangan gizi kronis alias kelaparan.
Organisasi di bawah naungan PBB ini memandang, meskipun angka tersebut
menurun tetapi angka tersebut tidak wajar. PBB menyatakan perang
terhadap kelaparan.
"Dengan hampir 870 juta orang kekurangan gizi
kronis sejak tahun 2010-2012, jumlah orang kelaparan di dunia tetap
tinggi," kata FAO dalam laporan kerawanan pangan tahun 2012 ini.
"Satu dari delapan orang diseluruh dunia masih kelaparan," jelas FAO seperti dikutip AFP, Selasa (9/10/2012).
Kepala
FAO Jose Graziano mengungkapkan saat ini dunia memang secara teknis dan
ekonomi tak bisa diduga. Ia mengaku masih melihat sekitar 100 juta anak
balita yang kurus. "Meskipun begitu, angka kelaparan ini memang menurun
dari 925 juta pada 2010 lalu," jelasnya.
FAO juga mencermati
terjadi sebuah perlambatan penurunan kelaparan di dunia. Hal ini
disebabkan adanya kenaikan harga pangan hingga krisis ekonomi global.
"Termasuk perubahan iklim hingga tingginya permintaan bahan bakar
nabati," tutur Asisten Direktur FAO, Jomo Sundaram.
Banyak kelaparan terjadi di negara-negara berkembang. Paling banyak di negara kawasan Asia Timur dan Selatan serta Afrika.
"Dari
data perkiraan pertumbuhan ekonomi terbaru menunjukkan adanya resesi
besar sejak tahun 2008-2009, dimana menghasilkan perlambatan ekonomi
ringan di banyak negara berkembang dan kenaikan harga pangan dalam
negeri yang sangat kecil di Cina, India dan Indonesia," katanya,
Meningkatkan
perjuangan melawan kelaparan akan bergantung pada pertumbuhan ekonomi
yang kuat. Pertumbuhan ekonomi yang kuat, sambung FAO akan membawa pola
makan yang lebih besar masyarakatnya dan karena adanya kenaikan gaji.
"Tak lupa juga tindakan pemerintah, termasuk pembiayaan khusus gizi dan program kesehatan," terang FAO.
(dru/hen)
Sumber : Detik
BADAR FOOD BANK
FAO: 870 Juta Jiwa Penduduk Kelaparan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Food and Agriculture
Organization (FAO) telah mengumumkan terjadi penurunan orang lapar dari
925 juta jiwa menjadi 870 juta jiwa. Kendati angka orang kelaparan
menurun, namun Aliansi Desa Sejahtera (ADS) menilai krisis pangan tetap
gagal diatasi.
Menurut Koordinator Nasional ADS, Tejo Wahyu Jatmiko, selama ini tidak ada perubahan paradigma tentang pangan dan sistem pangan. Karena itu kelaparan akan terus terjadi di dunia.
"Inti masalahnya hak tidak dilakukan dan ketidakadilan dalam sistem pangan tidak dibenahi," jelas Tejo, di Bumbu Desa Cikini, Minggu (14/9/2012).
Menurut ADS, sistem pangan yang diserahkan dari Pemerintah berbagai sektoral kepada pasar gagal, terutama dalam memenuhi kebutuhan mendasar manusia. Tejo mengungkapkan, selama produksi dan distribusi tidak pernah diatur, maka masih banyak orang di dunia kelaparan.
"Gejolak harga dan tingginya pangan sangat dipengaruhi oleh perusahaan multi nasional. Pembenahan dalam sistem konsumsi pun tidak dilakukan dengan cukup," papar Tejo.
Menurut Koordinator Nasional ADS, Tejo Wahyu Jatmiko, selama ini tidak ada perubahan paradigma tentang pangan dan sistem pangan. Karena itu kelaparan akan terus terjadi di dunia.
"Inti masalahnya hak tidak dilakukan dan ketidakadilan dalam sistem pangan tidak dibenahi," jelas Tejo, di Bumbu Desa Cikini, Minggu (14/9/2012).
Menurut ADS, sistem pangan yang diserahkan dari Pemerintah berbagai sektoral kepada pasar gagal, terutama dalam memenuhi kebutuhan mendasar manusia. Tejo mengungkapkan, selama produksi dan distribusi tidak pernah diatur, maka masih banyak orang di dunia kelaparan.
"Gejolak harga dan tingginya pangan sangat dipengaruhi oleh perusahaan multi nasional. Pembenahan dalam sistem konsumsi pun tidak dilakukan dengan cukup," papar Tejo.
Kasus Kelaparan, Pemerintah Daerah Dikecam
indosiar.com, Makassar - Kasus kelaparan yang
menewaskan seorang ibu dan anaknya di Makassar sangat disayangkan oleh
kalangan akademisi dan LSM. Mereka menilai kejadian itu sebagai tragedi
kemanusiaan. Sementara itu setelah dua hari dirawat di rumah sakit,
kondisi Aco, korban kelaparan dan gizi buruk kini mulai membaik.
Setelah mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Haji Makassar, Sulawesi Selatan, kondisi Aco, korban kelaparan dan gizi buruk ini sudah mulai membaik. Ia sudah bisa minum, hanya saja Aco yang masih berumur 4 tahun ini belum bisa banyak bicara. Infus yang ada ditangannya masih belum dilepas. Pasalnya ia masih membutuhkan pasokan cairan, setelah banyak kehilangan cairan akibat dehidrasi. Ironisnya, Aco belum mengetahui kalau ibunya telah meninggal dunia.
Jumlah warga miskin di Makassar pada tahun 2007 lalu sekitar 350 ribu orang atau 30 persen dari penduduk Makassar sekitar 1 juta orang. (Saharuddin Ridwan/Sup)
Sumber : http://www.indosiar.com/fokus/kasus-kelaparan-pemerintah-daerah-dikecam_68357.html
Setelah mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Haji Makassar, Sulawesi Selatan, kondisi Aco, korban kelaparan dan gizi buruk ini sudah mulai membaik. Ia sudah bisa minum, hanya saja Aco yang masih berumur 4 tahun ini belum bisa banyak bicara. Infus yang ada ditangannya masih belum dilepas. Pasalnya ia masih membutuhkan pasokan cairan, setelah banyak kehilangan cairan akibat dehidrasi. Ironisnya, Aco belum mengetahui kalau ibunya telah meninggal dunia.
Aco masuk ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri Jumat (
29/02) lalu. Ia bersama ibunya Base dan kakaknya Bahir ditemukan tidak
sadarkan diri di rumahnya. Hanya saja, Base dan Bahir meninggal dunia.
Sementara Basri yang Minggu (02/03) kemarin, baru menemui anaknya
setelah menghadiri pemakaman istri dan anaknya di Banteng mengaku sangat
sedih dengan peristiwa yang menimpa keluarganya.
Sementara itu akibat terkuaknya kasus kelaparan yang mengakibatkan
meninggalnya seorang ibu hamil dan anaknya berbagai kalangan dari LSM
dan akademisi di Makassar mengecam. Mereka menilai, kejadian tersebut
tidak perlu terjadi. Sebab telah disediakan anggaran bagi warga miskin
di Makassar senilai 1 triliun rupiah. Jumlah warga miskin di Makassar pada tahun 2007 lalu sekitar 350 ribu orang atau 30 persen dari penduduk Makassar sekitar 1 juta orang. (Saharuddin Ridwan/Sup)
Sumber : http://www.indosiar.com/fokus/kasus-kelaparan-pemerintah-daerah-dikecam_68357.html
TRAGIS! Dua Bocah Indonesia Kelaparan Makan Tanah
Pariaman – KabarNet: Ironis. Di saat sebagian rakyat Indonesia ada yang hidup mewah bermandikan harta, bahkan ada 50ribuan orang yang seenaknya menghamburkan uang sebanyak Rp 465 ribu sampai dengan Rp 2.250.000,- hanya untuk sekali menonton konser seorang Lady Gaga, ternyata di wilayah lain Indonesia masih ada saudara-saudara kita yang kelaparan lantaran tak punya uang buat beli makanan. Sampai-sampai terkena penyakit busung lapar akibat gizi buruk karena terpaksa harus makan tanah untuk mengganjal perut mereka yang keroncongan tak terisi makanan apapun.
Sungguh miris apa yang terjadi pada dua
anak yang bernama Rio (5) dan Rizki (8). Kemiskinan yang membelenggu
keluarga mereka telah menyebabkan keduanya menderita gizi buruk karena
terbiasa makan tanah.
Kedua anak yang tinggal di Korong Olo, Nagari Sunur, Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman itu diketahui menderita marasmus dan kwashiorkor
atau yang biasa disebut gizi buruk. Saat ini, kedua anak yang masih
bersaudara ini, sudah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Pariaman.
Terlihat fisik kedua anak tersebut
mengalami gembung di bagian perut. Kaki dan tangan keduanya juga tampak
mengecil. Tatapan matanya juga kosong. Setiap saat, kedua anak itu
terdengar menangis karena merasakan gatal di bagian anusnya.
Ibu kedua anak itu, Maunis (39), dengan
mata berkaca-kaca sambil menahan tangis menceritakan, dirinya tak mampu
untuk membiayai hidup anak-anaknya kerena penghasilannya hanya Rp10.000 per hari. Uang sebesar itu didapatnya dari hasil membantu membuat lapiak pandan (tikar pandan, red.) usaha milik tetangganya.
Ia menambahkan, selain membuat lapiak,
dirinya juga menerima upah dari warga yang menggunakan tenaganya, untuk
menggarap kebun dan sawah. Namun upah jerih payahnya tak dibayar
langsung.
“Karena kesibukan saya itulah, anak saya
ini akhirnya suka memakan tanah. Saat saya bekerja keluar rumah untuk
mencari sesuap nasi, tidak ada yang mengasuh mereka berdua di rumah.
Sehingga anak ini mulai memakan tanah akibat lapar,” ujarnya sambil
mengusap air mata.
Di jelaskannya, dia hanya seorang diri
mencari nafkah. Karena dulu kondisi suaminya pernah menderita
keterbelakangan mental. Dan saat ini suaminya itu tinggal di Medan untuk
berobat sambil bekerja sebagai anak buah di sebuah bengkel sepatu di
Kota Medan.
Hal itu dibenarkan oleh Bidan Yati, yang
bertugas di Korong Olo. Menurut Bidan Yati, saat ditugaskan pada
Februari 2012 lalu, ke Korong Olo, dirinya membantu Posyandu setempat
mengadakan timbangan massal. Namun saat kedua anak tersebut ditimbang,
berat badannya tidak normal. Puskesmas setempat akhirnya memberikan
perawatan dengan memberikan susu kepada Rio dan Rizki.
“Mengenai kondisi perekonomiannya, mereka
memang keluarga susah. Untuk itu Korong Olo membantu dengan memberi
bantuan berupa beras. Namun setelah beberapa bulan, pihak Puskesmas
menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit, karena tidak ada tanda-tanda
perubahan. Dan saat dilaporkan kepada wali nagari, wali nagari hanya
menjawab akan berusaha membantu,” tuturnya.
Bidan yang selalu mendampingi dua anak
penderita gizi tersebut menambahkan, saat ini setelah dirawat di rumah
sakit, cacing-cacing yang ada di dalam perut keduanya sudah mulai keluar
saat buang air besar.
Dokter Spesialis Anak, dr Robert
Simanjuntak, Sp.A. yang menangani kasus gizi buruk tersebut mengatakan,
kategori gizi ada tiga yaitu: gizi baik, gizi kurang, dan gizi buruk.
Dan kategori gizi buruk juga terbagi tiga yakni marasmus, kwashiorkor,
dan marasmus-kwashiorkor. Dan untuk kasus ini masuk kategori
marasmus-kwashiorkor.
“Marasmus adalah penyakit yang disebabkan
oleh kekurangan kalori protein yang berat. Sedangkan kwashiorkor adalah
malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh intake protein yang
in-adekuat dengan intake karbohidrat normal,” terangnya.
Ia juga menjelaskan, kasus gizi buruk butuh waktu tiga bulan untuk stabilisasinya. Pasien juga diduga mengalami yang namanya pica
yaitu, kelainan atau keinginan kuat seseorang untuk memakan benda-benda
yang bukan makanan seperti, rokok, sabun, tanah atau cat. “Saat dicek,
di dalam perut pasien terdapat banyak pasir. Dan untuk itu kami memberi
bantuan secepatnya, seperti memberi cairan protein, dan hal-hal yang
dibutuhkan,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur RSUD
Kota Pariaman dr Lila Yanwar menjelaskan, mengenai perawatan, kedua anak
tersebut akan terus dirawat sampai normal kembali. Terkait soal biaya,
saat ini Jamkesmas dan Jamkesda sudah berjalan. Namun di luar itu,
sesuai protap, biaya akan ditanggung bersama seperti dari Dinkes, RS,
dan Pemkab Padang Pariaman.
Kasus ini sangat kontras sekali dengan
acara yang diadakan pada bulan April lalu, yakni Millenium Development
Goals (MDGs), yang diadakan di Kota Padang, yang bertujuan untuk
peningkatan kesehatan, pemberantasan kelaparan, dan lingkungan.
Tepat pada hari ini tanggal (29/5/2012)
merupakan Hari Keluarga. Namun kenyataannya masih banyak kasus kelaparan
terjadi di Sumatera Barat. Pada tahun 2012, sudah 6 pasien, termasuk
kasus Rio dan Rizki, yang dirawat di RSUD Pariaman. [KbrNet/adl]
Kemiskinan & Kelaparan di Indonesia
PALING sedikit 23,63 juta penduduk Indonesia terancam kelaparan
saat ini, di antaranya 4,35 juta tinggal di Jawa Barat. Ancaman
kelaparan ini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak,
seiring dengan Mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang
pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp 30.000,00. Di antara
orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk
Indonesia, berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Dari jumlah itu,
sebanyak 50.333 berasal dari Jawa Barat, di antaranya 10.430 orang
tinggal di Kabupaten Bandung dan 15.334 orang tinggal di Kabupaten
Garut. Mereka yang digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan paling
mengkhawatirkan adalah penduduk yang pengeluaran per kapitanya di bawah
Rp 15.000,00 sebulan. Angka-angka ancaman kelaparan itu dapat disimak
dalam laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional 1996 dalam buku
“Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 1996″ yang dipublikasikan
Biro Pusat Statistik, dan buku “Data Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa
Barat Tahun 1996″ yang dipublikasikan Kantor Statistik Provinsi Jawa
Barat. Karena data dalam laporan itu diperoleh pada tahun 1996, saat
Indonesia belum terpuruk dalam krisis ekonomi, maka sudah selayaknya
perlu disimak dengan lebh hati-hati. Salah satu rambu kehati-hatian yang
diperlukan adalah keadaan Indonesia saat ini yang ditandai dengan
meroketnya harga, sedangkan pendapatan penduduk merosot yang antara lain
disebabkan oleh banyaknya orang yang terkena PHK. Ada kemungkinan angka
tahun 1996 itu lebih baik daripada keadaan Indonesia 1998. (Pada saat
makalah ini ditulis, penulis belum membaca buku “Statistik Kesejahteraan
Rakyat 1997″ yang diterbitkan BPS, Maret 1998). Dalam keadaan yang
begitu berat, sebagian penduduk Indonesia terpaksa mengais sah untuk
mempertahankan hidupnya, seperti terpang dalam cover majalah
internasional Newsweek, 27 Juli 1998, dan Pikiran Rakyat, 6 Agustus
1998.kemiskinan di Indonesia semakin merajalela.
Sumber : http://kikinophelie.student.umm.ac.id/kemiskinan-kelaparan-di-indonesia/
Sumber : http://kikinophelie.student.umm.ac.id/kemiskinan-kelaparan-di-indonesia/
Your Reply
PBB: 1,6 Juta Warga Zimbabwe Terancam Kelaparan
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Badan pangan PBB, Senin (27/8),
menyatakan lebih dari 1,6 juta warga Zimbabwe memerlukan bantuan. Ini
menyusul gagal panen yang menerpa negara Afrika Timur tersebut.
"Program Pangan PBB (WFP) menyatakan lebih dari 1,6 juta orang akan memerlukan bantuan pangan di Zimbabwe selama puncak musim kelaparan. Puncak kelaparan yang mulai terjadi pada Januari," kata Juru Bicara PBB, Martin Nesirky, dalam satu taklimat harian di Markas Besar PBB, New York.
Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah penurunan 33 persen hasil panen nasional padi-padian tahun ini. Penurunan terjadi akibat curah hujan yang lambat dan tak beraturan.
''Ini juga karena pola pertanian yang buruk," kata Nesirky sebagaimana dikutip Xinhua.
Badan Pangan PBB bekerjasama dengan pemerintah Zimbabwe meningkatkan operasi. Hal tersebut guna memenuhi kebutuhan yang meningkat. "Makanan akan dibagikan dan uang kontan akan diberikan kepada rakyat yang rentan," tambahnya.
"Program Pangan PBB (WFP) menyatakan lebih dari 1,6 juta orang akan memerlukan bantuan pangan di Zimbabwe selama puncak musim kelaparan. Puncak kelaparan yang mulai terjadi pada Januari," kata Juru Bicara PBB, Martin Nesirky, dalam satu taklimat harian di Markas Besar PBB, New York.
Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah penurunan 33 persen hasil panen nasional padi-padian tahun ini. Penurunan terjadi akibat curah hujan yang lambat dan tak beraturan.
''Ini juga karena pola pertanian yang buruk," kata Nesirky sebagaimana dikutip Xinhua.
Badan Pangan PBB bekerjasama dengan pemerintah Zimbabwe meningkatkan operasi. Hal tersebut guna memenuhi kebutuhan yang meningkat. "Makanan akan dibagikan dan uang kontan akan diberikan kepada rakyat yang rentan," tambahnya.
Warga Miskin Ngawi Terancam Kelaparan
TRIBUNNEWS.COM,NGAWI- Puluhan ribu Rumah Tangga
Sasaran (RTS) atau warga miskin dari 108.167 RTS di 19 kecamatan di
Kabupaten Ngawi terancam kelaparan dan tidak bisa makan nasi. Ini
menyusul, tunggakan raskin wilayah Kabupaten Ngawi terhadap Perum Bulog
Sub Divre Madiun mencapai Rp 1, 39 miliar.
Tingginya tunggakan ini, membuat Perum Bulog Sub Divre Madiun bakal menghentikan pasokan dan pengiriman beras bagi rakyat miskin (raskin) ke sejumlah pelosok desa yang ada di belasan wilayah kecamatan itu. Akibatnya, RTS yang rata-rata warga miskin ini tidak akan mampu lagi makan nasi yang berasal dari raskin.
Tunggakan dipicu kinerja perangkat dan kepala desa yang tidak memaksimal dalam membayar dan pencairan bantuan raskin bagi warga desanya. Selain itu, uang raskin yang telah dibayar warga, diduga digunakan perangkat desa dan kades untuk kebutuhan lainnya seperti melunasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), juga kebutuhan pribadinya.
"Berdasarkan pengalaman tahun-tahun kemarin, masalahnya selalu ada di perangkat dan kades. Karena selama ini, warga miskin (RTS) selalu tepat membayar uang raskin ke mereka. Perangkat dan kades sering menggunakan uang raskin untuk melunasi PBB karena mereka ditarget dan sebagian lagi digunakan untuk kepentingan pribadi," terangnya Kepala Perum Bulog Sub Divre Madiun, Taufan Akib kepada Surya, Kamis (18/10/2012).
Selain itu, Taufan menjelaskan dari sebanyak 19 kecamatan di Kabupaten Ngawi yang telah melunasi tunggakannya hanya Kecamatan Karangjati dan Pangkur. Sedangkan sisanya, belum melunasi tunggakan pembayaran uang raskin itu.
Dia mencontohkan untuk bulan Agustus 2012, tunggakan terbesar terjadi di Kecamatan Paron sebesar Rp 153 juta, disusul Kecamatan Widodaren Rp 148 juta dan Kecamatan Geneng Rp 89 juta.
Kendati demikian, Taufan menegaskan di wilayah kerjanya yang meliputi Kota Madiun, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi belum ada kasus tunggakan raskin yang masuk ke rana hukum. Pasalnya, dia baru bertugas di Madiun sejak 6 bulan terakhir.
Sementara, Kabag Perekonomian Pemkab Ngawi, Eka Triana yang dikonfirmasi melalui ponselnya tidak memberikan jawaban. Sedangkan Kasi Administrasi Perekonomian, Subagiyono menegaskan jika masalah tunggakan raksin itu masalah klasik yang terjadi hampir setiap tahun. Hal itu, disebabkan kelemahan dari masing-masing perangkat dan kepala desa yang belum melunasi tunggakan pembayaran raskin itu.
"Masalahnya ada di perangkat desa dan kadesnya. Kalau tidak ada penyelesaian dan laporan ke inspektorat tak ditindaklanjuti maka kami akan membuat blangko pernyataan," tegasnya.
Sumber : TRIBUN
Tingginya tunggakan ini, membuat Perum Bulog Sub Divre Madiun bakal menghentikan pasokan dan pengiriman beras bagi rakyat miskin (raskin) ke sejumlah pelosok desa yang ada di belasan wilayah kecamatan itu. Akibatnya, RTS yang rata-rata warga miskin ini tidak akan mampu lagi makan nasi yang berasal dari raskin.
Tunggakan dipicu kinerja perangkat dan kepala desa yang tidak memaksimal dalam membayar dan pencairan bantuan raskin bagi warga desanya. Selain itu, uang raskin yang telah dibayar warga, diduga digunakan perangkat desa dan kades untuk kebutuhan lainnya seperti melunasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), juga kebutuhan pribadinya.
"Berdasarkan pengalaman tahun-tahun kemarin, masalahnya selalu ada di perangkat dan kades. Karena selama ini, warga miskin (RTS) selalu tepat membayar uang raskin ke mereka. Perangkat dan kades sering menggunakan uang raskin untuk melunasi PBB karena mereka ditarget dan sebagian lagi digunakan untuk kepentingan pribadi," terangnya Kepala Perum Bulog Sub Divre Madiun, Taufan Akib kepada Surya, Kamis (18/10/2012).
Selain itu, Taufan menjelaskan dari sebanyak 19 kecamatan di Kabupaten Ngawi yang telah melunasi tunggakannya hanya Kecamatan Karangjati dan Pangkur. Sedangkan sisanya, belum melunasi tunggakan pembayaran uang raskin itu.
Dia mencontohkan untuk bulan Agustus 2012, tunggakan terbesar terjadi di Kecamatan Paron sebesar Rp 153 juta, disusul Kecamatan Widodaren Rp 148 juta dan Kecamatan Geneng Rp 89 juta.
Kendati demikian, Taufan menegaskan di wilayah kerjanya yang meliputi Kota Madiun, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi belum ada kasus tunggakan raskin yang masuk ke rana hukum. Pasalnya, dia baru bertugas di Madiun sejak 6 bulan terakhir.
Sementara, Kabag Perekonomian Pemkab Ngawi, Eka Triana yang dikonfirmasi melalui ponselnya tidak memberikan jawaban. Sedangkan Kasi Administrasi Perekonomian, Subagiyono menegaskan jika masalah tunggakan raksin itu masalah klasik yang terjadi hampir setiap tahun. Hal itu, disebabkan kelemahan dari masing-masing perangkat dan kepala desa yang belum melunasi tunggakan pembayaran raskin itu.
"Masalahnya ada di perangkat desa dan kadesnya. Kalau tidak ada penyelesaian dan laporan ke inspektorat tak ditindaklanjuti maka kami akan membuat blangko pernyataan," tegasnya.
Sumber : TRIBUN
Subscribe to:
Posts (Atom)